Latihan Menerjemah Dokumen

Latihan Menerjemah Dokumen

Norms determine that and how someone acts. They do however leave a certain room for play in the type of action undertaken. The main thing is that one respond situationally in such a way that one’s response can be construed as meaningful. (Let us leave it open for now whether such construal can ever be demanded separately of both participants in an interaction, the “producer” and the “recipient”…) It is less important how a norm is satisfied than that an attempt is made to satisfy it. What is relevant is the action’s function.

As Eykman… has shown, images can be replaced with other images, formulations with other formulations, without altering the function of a text. Eykman speaks not of “variation” but of “adaptation” (Abwandlung). For translation this means (1) that adaptation under specific conditions is legitimate, and (2) that these conditions are culture-specific; for example, a condition of adequacy may require that the same degree of “usualness” or ordinariness be maintained.

What one does is secondary to the purpose of that doing and its attainment.

An action “succeeds,” then, when it can be cons trued as situationally adequate (meaningful). As has been suggested, a construal of this adequacy is first demanded of the actant (producer) himself: he must tell us what he intended. We just saw how an action does not always correspond optimally to its intention. (You hammer your finger before connecting with the nail.) On the other hand, the actant’s interaction partner (the recipient) also seeks to construe (“interpret”) the producer’s beha vior, and the recipient’s construal may well diverge from that of the producer. Both attempt to antici pate these mutual construals and take them into consideration in their actions (“reflexive coorien tation”). (For the supraindividuality of interpre tations, cf. Schnelle …) The “success” of an action is thus an assessment made separately by its pro ducer and recipient and it retains a separate vali dity for each eventually also for a third.

Baca Juga Fasih Memahami Makna Dalam Terjemahan

Norma menentukan siapa dan bagaimana seseorang bertingkah-laku. Kendati demikian, norma masih menyisakan ruang tertentu untuk jenis tindakan yang dilakukan. Hasilnya, setiap orang menanggapi sedemikian rupa secara situasional se hingga respons orang itu bisa ditafsirkan memiliki makna. (Kita anggap saja demikian untuk saat ini apakah penafsiran seperti itu senantiasa bisa di perlukan secara terpisah dari kedua peserta dalam suatu interaksi: “pelaku tindakan” dan “penerima tindakan”…). Bagaimana suatu norma dipenuhi kurang penting dibandingkan upaya yang dilakukan untuk memenuhinya. Yang relevan adalah fungsi dari tindakan itu.

Seperti diperlihatkan oleh Eykman…, citra dapat digantikan dengan citra lain, perumusan dengan perumusan lainnya, tanpa mengubah fungsi suatu teks. Eykman tidak berbicara tentang “variasi”, melainkan “adaptasi” (Abwandlung). Untuk bidang penerjemahan, hal ini diartikan bahwa (1) adaptasi dalam kondisi tertentu dapat dibenarkan, dan (2) kondisi-kondisi ini bersifat specific-culture; misalnya, kondisi kecukupan yang mungkin mempersyaratkan agar “kelaziman” atau kebiasaan (ordinariness) tetap dipertahankan.

Perbuatan seseorang kalah penting dibandingkan dengan tujuan perbuatan dan pencapaiannya. Maka, sebuah tindakan dianggap “berhasil” apabila tindakan itu dapat ditafsirkan dengan memadai secara situasional (memiliki makna). Seperti telah disebutkan, penafsiran kecukupan ini mula-mula dituntut oleh actant (pelaku tindakan) sen diri: ia harus memberitahu kita apa yang ia maksudkan. Kita yang hanya menyaksikan perbu atannya tidak selalu sepakat sepenuhnya dengan maksud itu. (Anda memalu jari sendiri sebelum palu menyentuh paku.) Di lain pihak, pasangan interaksi actant (penerima tindakan) juga ber usaha menafsirkan (“menerjemahkan”) perilaku pelaku tindakan, dan penafsiran penerima tindakan mungkin berbeda jauh dengan penafsiran pelaku tindakan. Ada dua upaya untuk mengan tisipasi penafsiran timbal-balik ini dan memper timbangkan keduanya dalam tindakan mereka (“orientasi-bersama refleksif”). (Tentang penerjemahan supraindividualitas, bandingkan Schnel le…) Karena itu, “keberhasilan” suatu tindakan merupakan suatu penilaian yang dilakukan secara terpisah oleh pelaku dan penerima tindakan, serta tetap menjadi kebenaran terpisah bagi masing-ma sing orang demikian pula halnya bagi pihak ketiga yang menyaksikan.

Leave a Comment